Seperti kebanyakan
karya Danarto, naskah drama Obrok Owok Owok Ebrek Ewek Ewek (O3E3) juga kental
dengan nuansa mistik. Dunia baru yang diciptakan menghancurkan konvensi dunia
yang sangat mengagungkan nalar. Karya Danarto berada di luar wilayah tersebut. Namun
bangunan kondisi tersebut masih berpijak pada realitas yang sesungguhnya.
Kelompok Dramaturgi
7 Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga
(Unair) mementaskan O3E3 di Gedung Cak Durasim Taman Budaya Jatim Jalan
Gentengkali, Rabu (11/1), lalu. Menyaksikan karya tersebut, langsung mencerabut
ingatan pada kumpulan cepren Danarto, salah satunya yang berjudul “Godlob”.
Penuh aroma mistik. Suasana itu juga yang coba disuguhkan dalam pementasan itu
dengan menebar aroma dupa dalam ruangan.
Pementasan ini
berkisah tentang Tomi (Arif Hakim) yang sedang menyelesaikan tugas akhir
kuliahnya dengan mengambil objek desain batik. Ia menciptakan batik dengan nama
Silhouette of Your Body (dalam naskah
asli Shadow of Your Smile). Ia
mendekati seorang juragan batik bernama Sumirah (Mahasti Budi) agar desain
barunya tersebut laris. Sedangkan untuk kepentingan kelulusan, Tomi memacari
anak Profesor (M Apridio) yang bernama Kusningtyas (Maria).
Diantara mereka
masih ada tokoh Ati (Zaratul ilmia) sebagai teman Sumirah dan Slentem (Andi
Pratama) yang menjadi tokoh sentral lakon ini. Slentem adalah tukang sapu Pasar
Bringharjo. Namun Slentem bukan tokoh biasa. Ia juga menjadi benang merah dua
setting panggung yang berbeda; rumah Profesor dan Pasar Bringharjo. Slentem juga narator yang bisa beralih-alih
dari dunia panggung dan dunia penonton. Slentem menjadi Sang Mahatahu sekaligus
manusia biasa. Bahkan di akhir cerita muncul Slentem Dua (Zulfira Hildana)
Sisi kanan panggung
dibangun setting pasar dengan dagangan kain batik yang didisplay. Setting
realis Sisi kiri panggung adalah rumah Profesor. Rumah ini dibangun dengan
properti non-realis (sebab memang tidak absurd). Ruang tengah, ruang tamu,
teras, serta ruang lain bisa terlihat karena tanpa tembok pembatas. Pintu dan
jendela hanya kusen tanpa papan/triplek. Lampu menggunakan warna netral
semuanya membuat kedua setting itu seolah satu tempat.
Agak membingungkan
bagi penonton yang belum pernah tahu atau membaca atau melihat O3E3. Peristiwa
di dua tempat yang berbeda itu terjadi linier. Masing-masing tokoh adalah
realis di tempat masing-masing. Hanya Slentem yang bisa berpindah-pindah
melewati ruang realitas yang disuguhkan dalam pementasan. Selain ditandai
dengan perpindahan blocking, juga bisa terbaca melalui dialog Slentem yang bisa
menyahuti tokoh yang ada di pasar maupun rumah. Hanya Slentem yang dimake up
seperti badut, tokoh lainnya make up realis.
Cerita yang
dibangun dalam pementasan tersebut sayangnya terganggu sound feedback dari awal
hingga akhir. Mungkin karena letak mikropom gantung yang terlalu rapat. Kendala
ini seharusnya tidak terjadi jika kualitas vokal para aktor mumpuni. Penggunaan
mikropon yang diharap bisa membantu kelemahan vokal tersebut malah menjadi
bumerang. Dialog yang kurang keras itu malah tertimpali denging noise yang
memekakkan telinga. Namun untung masih tertolong penampilan Slentem yang bisa
dianggap tidak buruk.
Jalinan konflik
terbangun ketika Profesor tidak meluluskan Tomi. Tak hanya Tomi yang marah,
tapi juga Sumirah. Sumirah penasaran ingin tahu seperti apa Profesor yang tidak
mau meluluskan kekasihnya itu. Profesor pun masih penasaran dengan hubungan
Tomi dengan Sumirah. Profesor juga memikirkan nasib anaknya. Baik Profesor
maupun Sumirah sama-sama meminta bantuan Slentem yang dianggap memiliki semacam
kelebihan. Pada waktu dan tempat yang berbeda, Slentem memberikan sehelai
rambutnya kepada Profesor dan Sumirah.
Slentem hanya
iseng. Ia tahu rambutnya tersebut tidak bertuah. Namun yang terjadi ternyata di
Sumirah bisa bertemu dengan Profesor. Pertemuan mistik -dua dunia yang
disatukan- ini terjadi di atas tempat tidur. Tapi hanya Profesor yang bisa
melihat Sumirah, begitu juga sebaliknya. Keberhasilan pertemuan malah membuat
Slentem bingung. Mulailah dibangun kecurigaan ada pihak ketiga yang memiliki
kekuatan gaib tersebut. Adegan mistik ini juga dimunculkan saat Sumirah maupun
Profesor menggambar desain batik. Kapur yang mereka pegang berpindah tangan
secara bergantian.
Konflik berlanjut
namun berubah. Slentem yang tidak terima karena Tomi tidak lulus. Slentem
berkirim surat kaleng ke Profesor namun tidak ditanggapi. Slentem pun
mendatangi rumah Profesor untuk melakukan perhitungan. Namun adegang hanya
sampai eyel-eyelan selanjutnya black out. Pada ending muncullah Slentem Dua
yang diwujudkan pada sosok Nyonya Profesor dengan make up badut, sama dengan
Slentem. Ternyata Slentem Dua itulah yang memiliki “kekuatan” melebibih
Slentem.
Cerita yang bagus
dari naskah asli sayangnya harus terganggu dengan hal-hal sepele dan mendasar.
Teknik keluar masuk aktor yang janggal, sound yang berisik, musik yang tak
terdengar jelas, hingga kualitas vokal yang buruk. Namun sebagai suatu
penampilan dari para pemula (sebab pementasan ini dilakukan sebagai pengganti
tugas ujian), dengan persiapan hanya
tiga bulan, semua kekurangan itu bisa sedikit dimaklumi.
“Memang banyak
kendala yang kami hadapi. Namun kami tetap berusaha,” kata Zulfira Hildana yang
juga wakil pimpinan produksi pementasan ini. Diterangkan, memang ada dua jenis
konsep artistik yang digunakan. Pertama merujuk pada panggung yang menyatukan
dua panggung; rumah Profesor dan Pasar Bringharjo. Sedangkan kedua merujuk pada
konsep penyutradaraan yang ingin menggabungkan tiga masa; masa lalu, kini, dan
masa mendatang.
Masa lalu itu
terdapat di atas panggung yang sedang dimainkan. Sedangkan yang sekarang adalah
saat Slentem turun ke luar panggung dan bersolilokui. Masa yang akan datang
dicapai saat Slentem berdialog dengan penonton. Sementara untuk setting rumah Profesor
sebenarnya harus realis. Namun dilakukan adaptasi sehingga menjatuhkan pilihan
dengan menggunakan properti yang semirealis.
Sapardi Djoko
Damono pernah mengatakan penampilan dua dunia bersama-sama dalam suatu karya
sastra bukanlah hal asing dalam sastra mistik. Tetapi keistimewaan
cerita-cerita Danarto ini terletak pada cara penyampaian. Biasanya,
cerita-cerita berbau protes sosial atau mistik disampaikan dengan tanpa kelakar, tentunya karena
pengarang beranggapan masalah itu penting sehingga harus disampaikan dengan
bersungguh-sungguh.
Namun Danarto
memilih langkah yang berbeda. Ia sengaja menyisipkan berbagai kata, ungkapan,
dan kalimat yang menyebabkan suasana ceritanya tidak terlalu ketat. Danarto
sengaja memasukkan kelakar jika suasana yang dibangunnya sudah mencapai puncak.
Danarto juga senang meledek kecenderungan manusia yang mati-matian berpegang teguh pada nalar.zaki zubaidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar