Minggu, 08 April 2012

Bagai Melancong dengan Bekal Pas-pasan


Wina Bojonegoro adalah satu dari sedikit perempuan penulis yang dimiliki negeri ini. Pemilik nama asli Endang Winarti itu sudah cukup banyak menciptakan cerita pendek (cerpen) dan sering dimuat di media-media. Dari karya yang telah terpublikasi maupun yang belum itulah Wina meluncurkan kumpulan cerpen berjudul “Korsakov” di Togamas Petra beberapa waktu lalu.

Terdapat 17 judul cerpen di dalam yang diterbitkan secara swadaya ini. Pemilihan judul antologi tersebut memang cukup membuat tanda tanya di kepala. Korsakov, jelas sebuah nama atau tempat atau entah yang asing di telinga kita. Namun yang pasti itu nama khas itu menyeret pengetahuan pembaca pada sebuah tempat  yang berada nun jauh di sana; Rusia. Tak salah jika pembaca akan memulai membaca buku ini dari cerpen berjudul “Korsakov”.

Wina memulai kisahnya dengan gaya bertutur. Melalui kalimat pembuka Kepada sahabtku; Jay, jelas bisa dipahami cerpen ini berisi sebuah surat tokoh aku kepada temannya. Sang tokoh –lewat suratnya- menceritakan perjalanannya dari tanah air menuju St Petersburg. Kepergian yang disebabkan hasrat menemui sang kekasih. Wajar ika pembaca berharap akan ikut menikmati surat tersebut dan ingin merasakan gairah tokoh aku selama perjalananya.

Nama-nama tempat dijejalkan dalam sebuah paragraf –juga paragraf yang lain. Pagi buta menyeretku tergopoh-gopoh menuju Bandara Internasional Changi yang sibuk luar biasa. Pernahkan ada ketenangan dalam hati yang tergesa-gesa menemui kekasihnya? Tidak juga aku. Dan juga ketika aku harus tidur semalam di Bandara Narita, itulah penyiksaan paling buruk dalam sejarah penantianku.

 Berselang satu paragraf, penulis kembali menjejalkan beberapa nama tempat. Dengan feri aku meninggalkan  Wakkanai, Hokkaido, membelah teluk Aniva menuju dermaga Korsakov tempat dia berdiri.

Banyak tempat yang disebutkan namun sayang rasanya nama-nama tempat itu hanya semacam buku pemandu wisata. Ada semacam keinginan penulis mengajak pembacanya menyinggahi atau setidaknya berhenti sejenak untuk menikmati udara di kota-kota tersebut. Namun sayang penulis terlalu tergesa-gesa bergerak menceritakan gelora tokoh aku, Sri Sulastri,  yang akan segera bertemu dengan kekasihnya; Nickolay Erlangga Korsakov.

Ada usaha dari penulis untuk mengisahkan pertemuan itu di sebuah rumah yang disebut mirip Grahadi namun  dalam skala kecil. Penulis juga ingin pembaca merasakan suasana pertemuan kedua tokoh (yang tetap ditutur dalam surat) dengan menyebut beberapa komposisi yang dimainkan Korsakov: Nocturne karya Chopin.  Jika saja permainan piano Korsakov bisa dibahasakan dengan lebih detil dan luwes, mungkin alunan Nocturne itu bisa ikut terlantun. Penulis hanya menyuguhkan perdebatan kedua tokoh tentang apakah Nocturne itu lagu sedih atau lagu bahagia.

Di akhir kisahnya memang lumayan mengejutkan. Kejadian pertemuan yang di alami Sri tersebut ternyata tidak nyata. Sebab diketahui sejak lima sebelum kedatangannya, Nickolay Erlangga Korsakov sedang dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma. Terasa memang cukup manis jika hanya sekadar mengatakan betapa besar kekuatan cinta dengan segala keajaibannya. Dan kisah ini tidak akan mengalami banyak perubahan jika seandainya nama-nama tempat yang dijejalkan untuk disinggahi tersebut ditiadakan.  Semacam “pelancongan” yang tergesa-gesa karena gairah yang berlebihan untuk “singgah” .

Menikmati cerpen lain berjudul “Prime Customer” beda lagi rasanya. Cerita ini dibuka dengan dialog yang vulgar dan nakal.
“Istriku frigid..”katanya pilu.
“Hmm..sykurlah...”kataku riang.
“Asem! Kamu senang ya?”
“Dengan begitu kau akan selalu datang padaku.”
“Bantulah aku.”
“Sudah.”
“Maksudku, tidak begini.”
“Lalu dengan apa?”
“Aku mencintainya.”
“Masa bodoh!”
“Asem akan kubayar.”

Tokoh lelaki itu pun membayar mahal agar pelacur langgannya itu mau mengajari istrinya bercinta.  Dengan uang yang cukup banyak sang pelacur tak kuasa menolak. Maka ia pun mencari cara untuk bisa kenal dengan istri pelanggannya itu tanpa curiga. Perkenalan yang sewajarnya antara dua perempuan.  Jejaring sosial Facebook dipilih sebagai wadah perkenalan. Sang pelacur mengundang istri pelanggannya untuk berteman dengan pencitraan palsu.

Aku pandai merangkai kalimat, aku dulu pemain teater. Dan pernah belajar menulis sastra. Ada bakat tersembunyi dalam hal itu. Jangan pernah mengkhawatirkan kemampuanku merangkai kata. Kemudian aku mengkopi tulisan-tulisan para ahli pembuat kata-kata mutiara, sebagai status harianku. Ini penting, pencitraan sangat dibutuhkan sebagaibentuk aktualisasi diri. Jelas-jelas paragraf yang janggal. Entah kesengajaan atau keteledoran.

Singkat cerita kedua perempuan ini akrab. Pelacur berhasil membuat istri pelanggannya itu berubah.  Namun istri yang kolot itu malah berubah liar dan jarang di rumah. Pelanggan jadi kesepian. Ia pun ingin ditemani pelacur. Tapi sang pelacur menolaknya. Pelacur itu lebih memilih menjalin kasih dengan istri pelanggannya. Cinta sesama jenis.

Malam ini aku ingin merayakan sesuatu, sebuah awal kehidupan baru. Perempuan itu datang, melambai. Dia terlihat sangat feminine, langsing, tersenyum segar, dan parfumnya yang lembut menggoda saraf-sarafku. Aku menyerahkan senyum terbaik untuknya. Hari ini akan kuserahkan malam untuknya.

Mengakhiri cerita dengan luar biasa memang penting. Tapi kejutan itu tidak bisa didatangkan tiba-tiba tanpa alasan.  Seorang Anton Chekov pun dengan karya-karyanya yang selalu meledak di akhir, tetap membangun alasan itu hal itu. Ending yang meng-KO pembaca sudah dipersiapkan sejak awal.

Namun ini hanya sebatas menikmati sebuah karya. Kenikmatan yang didapat mungkin tidak sama antara pembaca yang satu dengan yang lain. Apapun hasil sebuah pembacaan, peluncuran kumpulan ini adalah memberi warna dan meramaikan kesustraan Indonesia yang nyaris kehilangan perempuan-perempuan penulisnya.

Akhirnya, dari beberapa testimoner buku ini mungkin hanya Budi Darma yang memberikan kritiknya. Ia mengatakan cerpen Korsakov terlalu “touristic”, tapi segala sesuatunya serba sepintas, tidak ada pendalaman. Sekarang sudah banyak orang mengenal luar negeri. Cerpen ini, sementara itu, banyak bercerita mengenai luar negeri, apalagi sifatnya hanya sepintas-pintas, dan karena itu, tidak terasa unsur eksotisnya. zaki zubaidi

Tidak ada komentar: