Wina Bojonegoro adalah satu dari sedikit perempuan penulis yang dimiliki negeri ini. Pemilik nama asli Endang Winarti itu sudah cukup banyak menciptakan cerita pendek (cerpen) dan sering dimuat di media-media. Dari karya yang telah terpublikasi maupun yang belum itulah Wina meluncurkan kumpulan cerpen berjudul “Korsakov” di Togamas Petra beberapa waktu lalu.
Terdapat 17 judul cerpen di dalam yang diterbitkan secara
swadaya ini. Pemilihan judul antologi tersebut memang cukup membuat tanda tanya
di kepala. Korsakov, jelas sebuah nama atau tempat atau entah yang asing di
telinga kita. Namun yang pasti itu nama khas itu menyeret pengetahuan pembaca
pada sebuah tempat yang berada nun jauh
di sana; Rusia. Tak salah jika pembaca akan memulai membaca buku ini dari
cerpen berjudul “Korsakov”.
Wina memulai kisahnya dengan gaya bertutur. Melalui kalimat
pembuka Kepada sahabtku; Jay, jelas
bisa dipahami cerpen ini berisi sebuah surat tokoh aku kepada temannya. Sang
tokoh –lewat suratnya- menceritakan perjalanannya dari tanah air menuju St
Petersburg. Kepergian yang disebabkan hasrat menemui sang kekasih. Wajar ika
pembaca berharap akan ikut menikmati surat tersebut dan ingin merasakan gairah
tokoh aku selama perjalananya.
Nama-nama tempat dijejalkan dalam sebuah paragraf –juga
paragraf yang lain. Pagi buta menyeretku
tergopoh-gopoh menuju Bandara Internasional Changi yang sibuk luar biasa.
Pernahkan ada ketenangan dalam hati yang tergesa-gesa menemui kekasihnya? Tidak
juga aku. Dan juga ketika aku harus tidur semalam di Bandara Narita, itulah
penyiksaan paling buruk dalam sejarah penantianku.
Berselang satu
paragraf, penulis kembali menjejalkan beberapa nama tempat. Dengan feri aku meninggalkan Wakkanai, Hokkaido, membelah teluk Aniva
menuju dermaga Korsakov tempat dia berdiri.
Banyak tempat yang disebutkan namun sayang rasanya nama-nama
tempat itu hanya semacam buku pemandu wisata. Ada semacam keinginan penulis
mengajak pembacanya menyinggahi atau setidaknya berhenti sejenak untuk
menikmati udara di kota-kota tersebut. Namun sayang penulis terlalu
tergesa-gesa bergerak menceritakan gelora tokoh aku, Sri Sulastri, yang akan segera bertemu dengan kekasihnya;
Nickolay Erlangga Korsakov.
Ada usaha dari penulis untuk mengisahkan pertemuan itu di
sebuah rumah yang disebut mirip Grahadi namun
dalam skala kecil. Penulis juga ingin pembaca merasakan suasana
pertemuan kedua tokoh (yang tetap ditutur dalam surat) dengan menyebut beberapa
komposisi yang dimainkan Korsakov: Nocturne karya Chopin. Jika saja permainan piano Korsakov bisa
dibahasakan dengan lebih detil dan luwes, mungkin alunan Nocturne itu bisa ikut
terlantun. Penulis hanya menyuguhkan perdebatan kedua tokoh tentang apakah Nocturne
itu lagu sedih atau lagu bahagia.
Di akhir kisahnya memang lumayan mengejutkan. Kejadian
pertemuan yang di alami Sri tersebut ternyata tidak nyata. Sebab diketahui
sejak lima sebelum kedatangannya, Nickolay Erlangga Korsakov sedang dirawat di
rumah sakit dalam keadaan koma. Terasa memang cukup manis jika hanya sekadar
mengatakan betapa besar kekuatan cinta dengan segala keajaibannya. Dan kisah
ini tidak akan mengalami banyak perubahan jika seandainya nama-nama tempat yang
dijejalkan untuk disinggahi tersebut ditiadakan. Semacam “pelancongan” yang tergesa-gesa karena
gairah yang berlebihan untuk “singgah” .
Menikmati cerpen lain berjudul “Prime Customer” beda lagi
rasanya. Cerita ini dibuka dengan dialog yang vulgar dan nakal.
“Istriku frigid..”katanya
pilu.
“Hmm..sykurlah...”kataku
riang.
“Asem! Kamu senang
ya?”
“Dengan begitu kau
akan selalu datang padaku.”
“Bantulah aku.”
“Sudah.”
“Maksudku, tidak
begini.”
“Lalu dengan apa?”
“Aku mencintainya.”
“Masa bodoh!”
“Asem akan kubayar.”
Tokoh lelaki itu pun membayar mahal agar pelacur langgannya
itu mau mengajari istrinya bercinta. Dengan uang yang cukup banyak sang pelacur tak
kuasa menolak. Maka ia pun mencari cara untuk bisa kenal dengan istri
pelanggannya itu tanpa curiga. Perkenalan yang sewajarnya antara dua
perempuan. Jejaring sosial Facebook
dipilih sebagai wadah perkenalan. Sang pelacur mengundang istri pelanggannya
untuk berteman dengan pencitraan palsu.
Aku pandai merangkai
kalimat, aku dulu pemain teater. Dan pernah belajar menulis sastra. Ada bakat
tersembunyi dalam hal itu. Jangan pernah mengkhawatirkan kemampuanku merangkai
kata. Kemudian aku mengkopi tulisan-tulisan para ahli pembuat kata-kata
mutiara, sebagai status harianku. Ini penting, pencitraan sangat dibutuhkan
sebagaibentuk aktualisasi diri. Jelas-jelas
paragraf yang janggal. Entah kesengajaan atau keteledoran.
Singkat cerita kedua perempuan ini akrab. Pelacur berhasil
membuat istri pelanggannya itu berubah.
Namun istri yang kolot itu malah berubah liar dan jarang di rumah. Pelanggan
jadi kesepian. Ia pun ingin ditemani pelacur. Tapi sang pelacur menolaknya.
Pelacur itu lebih memilih menjalin kasih dengan istri pelanggannya. Cinta
sesama jenis.
Malam ini aku ingin
merayakan sesuatu, sebuah awal kehidupan baru. Perempuan itu datang, melambai.
Dia terlihat sangat feminine, langsing, tersenyum segar, dan parfumnya yang
lembut menggoda saraf-sarafku. Aku menyerahkan senyum terbaik untuknya. Hari
ini akan kuserahkan malam untuknya.
Mengakhiri cerita dengan luar biasa memang penting. Tapi
kejutan itu tidak bisa didatangkan tiba-tiba tanpa alasan. Seorang Anton Chekov pun dengan
karya-karyanya yang selalu meledak di akhir, tetap membangun alasan itu hal
itu. Ending yang meng-KO pembaca
sudah dipersiapkan sejak awal.
Namun ini hanya sebatas menikmati sebuah karya. Kenikmatan
yang didapat mungkin tidak sama antara pembaca yang satu dengan yang lain. Apapun
hasil sebuah pembacaan, peluncuran kumpulan ini adalah memberi warna dan
meramaikan kesustraan Indonesia yang nyaris kehilangan perempuan-perempuan
penulisnya.
Akhirnya, dari beberapa testimoner buku ini mungkin hanya Budi
Darma yang memberikan kritiknya. Ia mengatakan cerpen Korsakov terlalu
“touristic”, tapi segala sesuatunya serba sepintas, tidak ada pendalaman.
Sekarang sudah banyak orang mengenal luar negeri. Cerpen ini, sementara itu,
banyak bercerita mengenai luar negeri, apalagi sifatnya hanya sepintas-pintas,
dan karena itu, tidak terasa unsur eksotisnya. zaki zubaidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar