Kecoa bagi kebanyakan orang adalah binatang yang
menjijikkan. Species jenis serangga ini bahkan sering menjadi inspirasi para
pembuat tokoh futuristik alien. Muka yang sangat jorok dan menjijikkan penuh
lendir. Seratus persen perlambang antagonis. Memang pada kenyataannya binatang
berkulit cokelat mengkilap ini tinggal di tempat-tempat kotor. Ia ada hampir di
seluruh pelosok dunia, kecuali kutub.
Kecoa raksasa ada yang tinggal di Balai Pemuda Jalan Yos
Sodarso. Ya, kecoa itu merupakan salah satu patung yang ikut dipajang dalam
pemeran “New Unity In Sculpture”. Pameran yang dilaksanakan sejak 28 Oktober
hingga 3 November 2012 ini diikuti 13 mahasiswa Sekolah Tinggi Kesenian
Wilwatikta (STKW) Surabaya, jurusan lukis dan patung.
Kecoa itu dibuat dari batang-batang korek api. Batang kayu
kecil-kecil itu ditata sangat rapi hingga membentuk sebuah kecoa raksasa.
Pengerjaan yang membutuhkan kesabaran dan keuletan. Karya Agung Budianto itu
diberi judul “Kecoa Is Dead”. Kecoa telah mati, ini jelas sebuah hal yang tidak
sepele. Sebab membunuh kecoa tidak gampang. Binatang ini bahkan bisa bertahan
hidup meski kepalanya sudah terpotong.
Namun lebih lama melihat “Kecoa Is Dead” tiba-tiba
mengingatkan saya pada prosa fenomenal karya Franz Kafka berjudul
“Metamorphosis”. Kisah simbolis tentang
sebuah perubahan. Ada tokoh Gregor Samsa yang saat bangun tidur tiba-tiba
mendapati dirinya telah berubah menjadi kecoa. Jelas bukan hal yang mudah
dipahami. Bahkan oleg Gregor sendiri. Dengan tubuh baru yang menjijikkan itu
perlu waktu untuk adaptasi. Dikisahkan dalam cerita itu Gregor juga kesulitan
bangun dari tempat tidurnya. Ia juga harus bersusah payah membuka pintu kamar
dengan tangan bukan lagi tangan manusia.
Kondisi yang sulit diterima sebuah keluarga jika ada salah
satu daru mereka berwujud kecoa. Ayah Gregor malah tak peduli dengan perubahan
itu bahkan cenderung menyiksa dan mengucilkannya. Sang ibu masih takut-takut saat
masuk ke kamar Gregor. Sang adik, Grete masih bisa menunjukkan perhatiannya
dengan menyediakan makanan untuk Gregor. Tapi di balik itu semua mereka sering
membicarakan Gregor. Keluarga sering kali malu saat Gregor menampakkan diri di
hadapan umum.
Gregor yang dalam bentuk kecoa itu malah harus menganggung
hidup ayah, ibu, dan adiknya. Ketergantungan terhadapnya itu malah membuat
orang tua Gregor dan adiknya menjadi orang yang skeptis dan antisosial. Usaha
Gregor untuk menyadarkan mereka memang terkesan sia-sia karena berakhir dengan
keputus-asaan hingga membuatnya meninggal di kamarnya sendiri. Usai kematian
Gregor, keluarga malah bisa mulai bisa menikmati hidup kembali. Dan mereka
akhirnya berbahagia.
Namun dalam karya Franz Kafka ini kecoa menjadi tokoh
protagonis, berbeda dengan kebanyakan kisah yang ada. Apakah “Kecoa Is Dead”
ini juga merupakan tokoh protagonis yang kematiannya berarti bagi orang lain?
Setiap orang yang melihatnya berhak atas seluruh intrepretasi yang muncul.
Agus Budianto saat ditemui mengaku, kecoa itu itu adalah
amarah masa lalu. Cowok 19 tahun ini ternyata menjadikan pengalaman pahit itu
sebagai gagasan awal proses kreatifnya. Begitu juga pemilihan bahan korek api,
menurut Agus memang sangat mewakili karakter dirinya. “Korek itu kan mudah
mudah terbakar, begitu juga dengan saya. Jika pada kondisi tertentu saya sangat
mudah emosi,” kata Agus saat ditemui, Kamis (1/11) lalu.
Lalu Agus pun menceritakan asal mula ide bentuk kecoa itu.
“Dulu ayah saya itu ada masalah dengan orang lain. Ayah bertarung melawan lima
orang. Beberapa mati, beberapa lainnya luka parah. Ayah saya menang. Dan karena
peristiwa itu ia dipenjara,” tutur Agus. “Nah, sejak ayah masuk penjara kondisi
keluarga menjadi goyah. Saya diungsikan ke rumah saudara karena takut musuh
ayah balas dendam,” lanjut Agus mengenang masa lalunya.
Kondisi belum membaik masih ditambah lagi ibu ternyata nikah
lagi. “Padahal ayah saat itu masih dalam penjara,” kata Agus . Agus mengaku
tidak setuju dengan keputusan ibunya. Menurut Agus hal itu sungguh sebuah
penghianatan pada ayahnya. “Saya bertengkar dengan ibu dan kabur dari rumah,”
ungkap cowok asli Sidotopo ini. Masalah
besar keluarg itulah yang menginspirasi dirinya dalam berkarya. “Saya anggap
musuh-musuh ayah adalah kecoa itu,” ucapnya seperti menahan emosi.
Di karya lain Agus membuat patung berjudul “Pertarungan
Sedarah”. Patung yang terbuat dari batang korek api dan bungkus korek api itu
menvisualkan dua orang yang bertarung. “Itu memang kelanjutan yang kecoa.
Itulah pertarungan, pertengkaran saya dan ibu saya,” katanya sambil tersenyum
beberapa saat kemudian. “Wah, kok jadi curhat ya,” lanjut Agung. Untuk membuat
satu judul karya itu Agung mengaku membutuhkan waktu sekitar sebulan. Butuh
ketelatenan untu merangkai batang korek
api yang kecil-kecil itu.
Pada bagian lain ada karya patung yang terbuat dari
barang-barang rongsokan. Karya Arifin Londo itu diberi judul “Pangeran
Diponegoro” dan ”Berdua Saja”. Arifin
mengaku konsep karyanya itu sangat sederhana. “Untuk yang Diponegoro itu saya
lebih ingin mengingatkan bahwa kuda merupakan sarana transportasi yang pernah
ada. Dan yang Berdua Saja itu, merupakan pengalama pribadi saat menikmati
suasana taman di kota ini bersama pacar,” terang Arifin. Ia menggunakan teknik
asembling dalam pembuatan patung-patungnya.
Meski diawali dengan konsep yang sederhana namun ketika
menjadi bentuk patung, karya itu bisa melebihi ekspektasi kreatornya. Karena
terbuat dari rongsokan logam, kuda dan Pangeran Diponegoro seolah sebuah robot.
Pahlawan di masa depan yang mungkin saja dunia ini dihuni para robot. Robot
yang berkarat. Manusia juga robot, robot tapi manusia karena punya hati. Mereka
masih bisa merasakan cinta. Duduk di bangku taman bersama kekasihnya.
Menurut ketua panitia, Adiguna, pameran ini memang ingin
menyatukan karyawa mahasiswa jurusan patung dan lukis. “Mahasiswa patung bisa
melukis, begitu juga sebaliknya mahasiswa lukis juga bisa membuat patung,” kata
Adiguna. Pada awalnya yang ikut seleksi pameran ini 25 mahasiswa namun yang
dianggap karyanya layak dipamerkan hanya 13 orang saja. “Pameran ini bagian
dari proses pembelajaran agar kami bisa membuat karya yang berkualitas,”
katanya.zaki zubaidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar